1. Sesungguhnya, Islam adalah agama yang
mengajarkan kedamaian dan pelestarian kehidupan. Karena itu, Islam melarang
menusia untuk saling membunuh dan berperang tanpa alasan yang dibenarkan agama.
Bahkan, Allah menyebut orang yang berani membunuh orang lain tanpa alasan yang
dibenarkan sebagai bentuk pembunuhan terhadap semua manusia. Allah berfirman,
أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي
الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً
“Bahwasanya barang siapa yang membunuh jiwa,
bukan karena qishash atau berbuat kerusakan di muka bumi, seolah-olah dia
membunuh seluruh manusia.” (Q.S. Al-Maidah:32)
Di antara bentuk pembunuhan yang terlarang adalah
membunuh orang kafir yang mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin, tanpa
alasan yang dibenarkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang
siapa yang membunuh orang kafir mu’ahad maka dia tidak akan mencium bau surga.”
(H.R. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud kafir “mu’ahad” adalah
‘orang kafir yang mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin’. Karena itu, terorisme
adalah tindakan yang bertolak belakang dengan Alquran dan Sunah.
2. Orang yang melakukan bom bunuh diri tidak bisa
dikatakan sebagai orang yang mati syahid, karena batasan mati syahid di
medan jihad adalah mati karena dibunuh oleh musuhnya, orang kafir.
Di samping itu, dalam sejarah perjuangan
Islam, tidak tercatat ada shahabat yang melakukan bunuh diri untuk
menghancurkan musuh. Bahkan, yang ada adalah kisah orang yang bunuh diri di
medan perang, yang divonis masuk neraka oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat
Bukhari.
3. Bagian ini adalah pertanyaan yang sangat
menarik, mengingat banyaknya orang awam yang belum memahaminya. Perlu
digaris-bawahi bahwa pembahasan tentang haramnya terorisme sama sekali tidak
ada hubungannya dengan pakaian atau ciri fisik. Pembahasan tentang pakaian dan
ciri fisik yang sesuai sunah masuk dalam lingkup kajian masalah adab dan sunah.
Sementara, kajian tentang terorisme masuk dalam lingkup masalah akidah dan
manhaj. Karena itu, untuk memberikan penilaian yang objektif, kita harus
membedakan dua hal ini.
Terkait dengan aksi terorisme, kebetulan, mereka
yang menjadi pelaku aksi ini memiliki ciri khas pakaian yang mirip dengan
kelompok lainnya. Umumnya, mereka berjenggot, celana di atas mata kaki,
istri-istrinya bercadar atau memakai jilbab besar, suka memakai baju koko atau
yang mirip baju koko, jubah, dan seterusnya.
Beberapa ciri fisik ini, tidak kita pungkiri,
merupakan bagian dari sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tentang dalil adanya ciri semacam ini bisa dilihat di kitab Riyadhush
Shalihin karya Imam An-Nawawi, Uqudul Lijain karya Imam Nawawi
Al-Bantani Asy-Syafi’i, dan beberapa kitab adab lainnya. Dengan demikian, upaya
sebagian kaum muslimin untuk menyesuaikan diri dengan beberapa sunah ini,
seharusnya mendapatkan apresiasi yang baik, karena ini adalah bagian dari usaha
mereka untuk meniru sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang
saat ini banyak ditinggalkan masyarakat Islam, sehingga dianggap asing.
Dengan demikian, tidak tepat jika menilai bahwa
orang yang memiliki ciri ini sama dengan teroris. Menjustifikasi bahwa semua
orang yang berjenggot dengan celana cingkrang sebagai teroris merupakan sikap
yang tidak objektif. Tuduhan semacam itu bisa kita katakan sebagai tindakan
kezaliman, karena menuduh orang lain, sementara pihak tertuduh tidak berhak
mendapatkan tuduhan tersebut. Allah berfirman,
وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ
تَعْدِلُواْ
“Jangan sampai perbuatan zalim yang dilakukan
kelompok tertentu membuat kalian menjadi tidak berlaku adil ….” (Q.S.
Al-Maidah:8)
Di ayat ini, Allah melarang kita bersikap zalim
disebabkan oleh kejahatan yang dilakukan orang lain. Bom bunuh diri pelakunya
adalah para teroris, bukan setiap orang yang bercelana cingkrang, meskipun
cirinya sama.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasi Syariah).