Bismillah
was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Mimpi
basah dalam bahasa arab disebut ihtilam [arab: الاحتلام].
Pembahasan apakah mimpi basah itu dari setan, terkait dengan pembahasan apakah
para nabi mengalami mimpi basah ataukah tidak?
Ada
perbedaan pendapat dalam hal ini. Sebelum kita menyimpulkan perbedaan pendapat
itu, terlebih dahulu kita simak beberapa hadis yang berbicara tentang itu.
Pertama,
sebuah hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa beliau menyatakan,
ما
احتلم نبي قط إنما الاحتلام من الشيطان
Tidak ada
seorang nabipun yang mengalami mimpi basah (ihtilam). Mimpi basah
itu dari setan.
Hanya saja
banyak diantara para ahli hadis menyatakan hadis ini sebagai hadis dhaif.
Diantaranya Ibnu Dihyah sebagaimana yang dinukil Ibnul Mulaqin dalam Ghayah
as-Sul (hlm. 290) dan dalam as-Silsilah ad-Dhaifah, hadis ini diberi derajat:
hadis bathil. (as-Silsilah ad-Dhaifah, 3/434)
Karena
dalam sanad hadis ini terdapat perawi yang bernama Abdul Aziz bin Abi
Tsabit. Imam Bukhari dan Imam Abu Hatim menyebutnya, “Munkarul Hadis.”
Sementara an-Nasai menyebutnya, “Matrukul Hadis.” (simak: at-Tahdzib, Ibnu
Hajar, 6/308)
Untuk itu,
kita tinggalkan hadis ini, karena statusnya lemah sekali.
Kemudian,
di sana ada hadis lain dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الرُّؤْيَا
مِنَ اللهِ، وَالْحُلْمُ مِنَ الشَّيْطَانِ
Ar-Rukya itu dari Allah dan al-Hulmu itu
dari setan. (HR. Bukhari 5747 & Muslim 2261).
An-Nawawi
menukil keterangan al-Maziri tentang makna ar-Rukya dan al-Hulmu.
فالرؤيا
اسم للمحبوب والحلم اسم للمكروه
Istilah ar-Rukya
untuk menyebut mimpi yang disukai (mimpi baik), sedangkan istilah al-Hulmu
untuk menyebut mimpi yang tidak disukai (mimpi buruk). (Syarh Shahih Muslim,
15/17).
Sebagian
ulama menjadikan hadis ini sebagai dalil bahwa ihtilam (mimpi
basah) adalah dari setan.
Meskipun
sebagian memberi sanggahan bahwa makna al-hulmu dalam hadis di atas bukan mimpi
basah, tapi mimpi buruk yang menakutkan. Karena itu dalam lanjutan hadis
dinyatakan, ‘Barangsiapa yang mengalami al-hulmu (mimpi buruk), hendaknya
dia memohon perlindungan dari setan dan meludah ke kiri. Sehingga mimpi ini
tidak akan membahayakan dirinya.’ Sementara anjuran ini (berlindung dari
setan dan meludah ke kiri), tidak ada dalam mimpi basah.
Kemudian,
ada hadis lain dari Ummu Salamah, yang menceritakan junubnya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika masuk subuh, dan beliau melanjutkan dengan puasa,
كَانَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ غَيْرِ
احْتِلَامٍ، ثُمَّ يَصُومُ
Dulu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk waktu subuh dalam keadaan
junub, bukan karena mimpi basah. Kemudian beliau puasa. (HR. Muslim
1109, Nasai 183 dan yang lainnya).
Makna ‘bukan
karena mimpi basah’ menunjukkan bahwa junub beliau karena hubungan badan
dan bukan karena mimpi basah.
Hanya saja,
ada dua pemahaman ulama tentang makna kalimat ‘bukan karena mimpi basah’
dalam kaitannya dengan mimpi basah yang apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bisa mengalami mimpi basah,
Pertama, kalimat ‘bukan karena mimpi
basah’ menunjukkan bahwa beliau tidak mengalami mimpi basah. Dan di sini
disampaikan Ummu Salamah sebagai penegasan bahwa junub itu terjadi karena
hubungan badan.
Kedua, kalimat ‘bukan karena mimpi
basah’ mengisyaratkan bahwa mimpi basah mungkin saja dialami Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena untuk apa Ummu Salamah menyebutkan ‘bukan
karena mimpi basah’, sementara beliau tidak mengalami mimpi basah. Jika beliau
tidak mengalami mimpi basah, tentu Ummu Salamah tidak perlu menyebutkannya.
An-Nawawi
menyebutkan perbedaan ulama dalam masalah ini, ketika membahas hadis status
sucinya mani,
وتعلق
المحتجون بهذا الحديث بأن قالوا الاحتلام مستحيل في حق النبي صلى الله عليه وسلم
لأنه من تلاعب الشيطان بالنائم فلا يكون المني الذي على ثوبه صلى الله عليه وسلم
إلا من الجماع
Para ulama
yang berdalil dengan hadis ini memberikan catatan, bahwa mimpi basah mustahil
bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena termasuk permainan setan pada
orang yang sedang tidur. Oleh karena itu, mani yang ada di baju Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali karena jimak.
جواب
بعضهم أنه يمتنع استحالة الاحتلام منه صلى الله عليه وسلم وكونها من تلاعب الشيطان
بل الاحتلام منه جائز صلى الله عليه وسلم وليس هو من تلاعب الشيطان بل هو فيض
زيادة المني يخرج في وقت
Jawaban
sebagian ulama memberikan jawaban, bahwa tidak mustahil bagi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk mengalami mimpi basah dan bukan permainan setan. Bahkan
bisa saja beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami ihtilam (mimpi basah)
dan itu bukan permainan setan. Akan tetapi karena kelebihan mani yang keluar
pada waktu tertentu.
(Syarh
Muslim, 3/198)
Allahu
a’lam.
Dijawab
oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)